PENTINGNYA “EFEK DETEREN” DALAM UPAYA PERLINDUNGAN TERHADAP KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM

Penulis : Wahyu Isroni Dosen Fakultas Perikanan dan Kelautan UNAIR
Koordinator Teaching Industry dan Science Tekno Park BPBRIN UNAIR

Indonewsdaily.com- Upaya monitoring sumber daya ikan di dunia, dilatar belakangi oleh penurunan stok sumber daya ikan secara global pada dekade 1990-an, penurunan tersebut terjadi baik di semua kawasan laut lepas maupun perairan yang masuk dalam yurisdiksi negara pantai/kepulauan. Dalam upaya untuk menangani fenomena tersebut maka Food and Agriculture Organization (FAO) menghimbau banyak negara untuk menerapkan pengawasan sumber daya perikanan dengan konsep Monitoring, Controlling, and Surveillance (MCS). Tujuannya utama dari ditetapkannya MCS adalah untuk mengawasi dan meningkatkan asas kepatuhan (compliance) terkait penangkapan hasil perikanan oleh nelayan, korporasi atau kapal perikanan pada ketentuan konservasi dan pengelolaan sumber daya perikanan lestari yang diatur dalam peraturan perundangundangan dalam bidang perikanan. Pengawasan ini merupakan amanat dari ketentuan-ketentuan UNCLOS 1982 dan beberapa instrumen hukum internasional.

Melihat pasal 73 ayat (1) UNCLOS 1982, menyatakan bahwa negara pantai dalam melaksanakan hak berdaulatnya dapat melakukan eksplorasi, eksploitasi, konservasi, dan pengelolaan sumber daya hayati di zona ekonomi eksklusif dan dapat mengambil tindakan, termasuk menaiki kapal, inspeksi, menangkap dan melakukan proses peradilan, sebagaimana diperlukan untuk menjamin ditaatinya peraturan perundang-undangan yang ditetapkannya sesuai dengan ketentuan konvensi. Pada Pasal 94 ayat (1) menyatakan bahwa negara bendera berkewajiban melaksanakan secara efektif yurisdiksi dan pengawasannya dalam bidang administratif, teknis dan sosial atas kapal yang mengibarkan benderanya. Di samping itu adanya kewajiban semua negara termasuk negara pantai untuk mengambil tindakan atau kerja sama dengan negara lain dalam mengambil tindakan demikian berkaitan dengan warga negara masing-masing yang dianggap perlu untuk konservasi sumber daya hayati di laut lepas.

Untuk menjaga kepastian kepatuhan dan kepastian penegakan hukum pada konservasi dan pengelolaan subregional dan regional untuk stok sumberdaya ikan beruaya terbatas dan stok sumberdaya ikan beruaya jauh, negara-negara dapat bekerja sama secara langsung atau melalui organisasi atau kerja sama pengelolaan perikanan subregional dan regional. Sebelum mengambil langkah-langkah penindakan, negara pengawas (inspecting states) secara langsung atau melalui organisasi atau kerja sama pengelolaan perikanan subregional atau regional, menginformasikan semua negara yang memiliki kapal penangkap ikan di laut lepas, baik subregional atau regional tersebut mengisi form identifikasi yang diterbitkan ke inspektor yang diotorisasi. Kapal yang digunakan untuk boarding dan inspeksi akan ditandai secara jelas dan dapat diidentifikasi sebagai dinas pemerintah. Untuk keefektifan langkah konservasi dan pengelolaan subregional, regional, dan global, negara pelabuhan memiliki hak dan tugas untuk mengambil tindakan sesuai dengan hukum internasional.

Undang-Undang 31 Tahun 2004 tentang Perikanan Pasal 67, menyatakan bahwa masyarakat dapat diikutsertakan sebagai pengawas perikanan. Keikutsertaan masyarakat dalam melakukan pengawasan apabila terdapat dugaan telah terjadi perbuatan yang dilarang dan melanggar menurut Undang-Undang Perikanan. Direktorat Jenderal Pengawasan dan Pengendalian Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (Dirjen P2SDKP) juga telah mengembangkan Sistem Pengawasan Berbasis Masyarakat (Siswasmas) dan juga membentukan Kelompok Masyarakat Pengawas (Pokmaswas). Masyarakat merupakan garda terdepan yang dapat melakukan pengawasan terkait pelestarian sumber daya alam dan sumber daya ikan, banyaknya kasus penangkapan kapal asing yang masuk dan menjarah sumber daya ikan di Indonesia adalah bukti nyata bahwa secara keseluruhan kita sebagai negara tidak memiliki efek deteran di mata negara tetangga kita. Hal ini juga sering diperparah dengan keterbatasan pemahaman masyarakat kerap membiarkan kondisi sumber daya ikannya dicuri oleh nelayan asing. Dengan semakin gencarnya sosialisasi dan peningkatan kesadaran bersama, para pengawas perairan dan masyarakat dalam melakukan pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan harus bersikap tegas, agar sumber daya ikan di WPPN Republik Indonesia terlindungi dari pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
Berdasarkan tugas pengawasan yang dilakukan Kementerian Kelautan dan Perikanan yang bekerja sama dengan instansi lain, terdapat beberapa sector yang harus dibenahi demi meningkatkan efek deteren dan kefektifan pengawasanan antara lain:

Operasi pengawasan yang masih bersifat sektoral dan belum terkoordinir oleh masing masing institusi penegak hukum, sehingga dalam pengawasan di suatu perairan sering terjadi benturan antar institusi dalam kegiatan pengawasan dan pemeriksaan pada wilayah dan sektor yang sama. Kegiatan beberapa institusi di wilayah perairan dan waktu yang sama merupakan sesuatu hal yang memperlihatkan kurangnya komunikasi dan koordinasi antar institusi yang tidak efektif dan efisien.
Hambatan klasik yang masih selalu menjadi masalah berulang adalah dalam bidang sarana dan prasarana, baik dari sisi kuantitas maupun sisi kualitas, hal tersebut merupakan masalah utama dalam melakukan pengamanan, pengawasan dan penegakan hukum di perairan Indonesia. Seperti sulitnya mengejar pelaku pelanggaran penangkapan ikan karena kapal penangkap ikan lebih maju dibandingkan dengan kapal pengawas perikanan, walaupun dalam beberapa tahun terakhir kemampuan kapal kapal kita mampu mengendus kapal asing yang melakukan IUU Fishing, peningkatan kemampuan di sektor sarana dan prasarana tetap harus ditingkatkan.

Jenis ikan yg menjadi objek sangat beragam sehingga dibutuhkan katalog berbagai jenis ikan untuk membantu memudahkan pengawas dalam hal identifikasi. Pada sector ini peran perguruan tinggi menjadi sangat vital karena dengan melimpahnya SDA dan SDI yang luar biasa kita sebagai bagian dari Negara yang berdaulat harus mengenal dan memahami potensi yang terkandung didalamnya.
Maraknya oknum petugas pengawas yang menyalahi tugas dan wewenangnya, sehingga kegiatan IUU Fishing semakin marak karena ada yang membantu dari dalam untuk melindungi. Melihat fenomena tersebut diperlukan pengawasan yang berjenjang, yang berfungsi untuk menindak secara tegas oknum petugas pengawas yang menyalahgunakan tugas dan wewenang.

Secara umum hal utama dalam kegiatan pengawasan terhadap konservasi sumber daya ikan dapat dilakukan dalam tiga tahap. Pertama, pengawasan preventif (pencegahan): dilakukan dalam rangka mencegah terjadinya kegiatan penangkapan sumber daya perikanan yang tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku. Kedua, pengawasan actual (saat terjadi pelanggaran): dilakukan bila dirasa terdapat dugaan adanya kegiatan yang tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku. Pengawasan dilakukan dengan cara patroli pengawasan terkait dua hal, yaitu kawasan konservasi perairan dan pemanfaatan jenis ikan dan genetik ikan yang dilindungi. Ketiga, pengawasan pasca kejadian dengan masih adanya oknum petugas yang masih pro dengan kegiatan melanggar hukum pengawasan pasca kejadian menjadi hal yang perlu diawasi agar hukuman yang didapat sesuai dengan perundang undangan yang berlaku.

Satu hal yang sangat perlu kita garis bawahi bersama bahwa hukum internasional maupun hukum nasional menyatakan perlunya pengawasan dalam melakukan penangkapan ikan agar ter capai tujuan konservasi sumber daya ikan, tetapi dalam pelaksanaannya sistem monitoring, control, dan surveillance yang dilakukan oleh pihak terkait memiliki berbagai kendala sebagaimana yang telah di jelaskan di atas, sehingga pengawasan terhadap konservasi sumber daya alam dan ikan di wilayah perairan Indonesia belum optimal. Imbas dari belum optimalnya sistem pengawasan yang ada di perairan wilayah Indonesia ini dapat membahayakan terhadap sumber daya alam dan ikan yang ada di wilayah Indonesia.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *