TUGU LIVE: TUGU BARU AREK TUGU

Foto bersama Panitia dan Musisi Tugu Live 2.

Indonewsdaily.com, Kota Malang – “Seni pertunjukan istimewa, gabungan antara antusiasme penonton dan kebersamaan panitia pelaksana. Sebuah pertunjukan dengan materi, talent dan venue yang biasa, namun menghasilkan atmosfer yang bagi saya sangat menakjubkan. Ayo rek, kita tunggu even berikutnya. Dengan niat baik dan kebersamaan yang tulus, semua pasti bisa,” demikian komentar cukup obyektif dan optimis dari Alfian – seorang pengamat yang aktif menjelajahi perkembangan musik serta fenomena sosial di Kota Malang – dalam postingan akun Facebook seorang anggota DPRD Kota Malang, Jose Rizal, yang meski turun hujan deras, namun terlihat aktif mendokumentasikan berbagai sisi yang menggambarkan suasana pertunjukan.

Komentar Alfian ini seolah menggugah ingatan akan ucapan seorang filsuf Yunani, Aristoteles, “Tujuan (pertunjukan) seni bukanlah menunjukkan penampilan suatu benda, tetapi menunjukkan makna yang ada didalamnya.” Komentar yang sekaligus menjawab pertanyaan, “Seberapa penting sebuah pertunjukan seni akan digelar.” Di tengah masyarakat yang cenderung individualis dan terkotak-kotak, isu kebersamaan mempunyai sisi relevansi untuk lebih banyak disuarakan.

Malam itu, “I Wish It Would Rain Down” lagu dari Phil Collins yang kalau boleh diterjemahkan secara bebas berarti “Aku berharap itu akan turun hujan” menjadi semacam harapan liar yang dengan segera dikabulkan. Hujan turun cukup deras tepat saat lagu itu dinyanyikan di hari yang tak terlalu malam. Kebetulan yang magis.

Pengunjung semburat mencari tempat berteduh. Sebagiannya berlindung di bawah beberapa tenda layaknya parasut warna warni yang disediakan panitia untuk antisipasi hujan. Karena pertimbangan estetika, panitia lebih memilih parasut tersebut dibanding tenda pernikahan.

Meski demikian, pengunjung tak beranjak. Bertahan dengan kondisi sedikit basah karena cipratan hujan. Menariknya, dalam situasi yang demikian, alam dengan caranya seolah mempertemukan, memperkenalkan bahkan mengakrabkan secara acak hubungan perkawanan dalam satu tempat berteduh. Dan tak sedikit pengunjung yang nampak jelas tak muda lagi itu malah asik “udan-udan” di depan stage. Hendro atau yang akrab disapa Jagger, alumni Bhawikarsu ’79 adalah salah satunya.

Hujan ini juga membawa berkah, sedikit mengurangi kegelisahan beberapa panitia akan “membludaknya” pengunjung yang bakal datang, yang tentu saja berpengaruh pada kenyamanan ketika menonton sebuah pertunjukan. “Lhaa iyo, udan-ae seng teko koyok ngono, ndahnio nek gak udan,” kata mereka dalam bahasa Jawa.

Senin, 13 Februari 2023, Arek Tugu ’88 menggelar acara Tugu Live 2 di Bhaswara Cafe. Tugu Live merupakan “brand”-nya Arek Tugu ’88. Agenda yang diinisiasi dan diselenggarakan secara kolektif oleh Arek Tugu ’88. Sebuah ruang silaturahmi “nonafiliasi dan nonpartisan” yang dibingkai dalam pertunjukan musik dengan tema; Playing For Togetherness. Tugu Live kali ini merupakan agenda kedua setelah acara pertama diselenggarakan pada bulan Oktober 2017.

Di malam menjelang hari valentine itu, Doni yang alumni Bhawikarsu ’88 nampak berjalan mendatangi sambil membagi-bagikan coklat pada para sahabat perempuan yang datang di tengah acara. Inisiatif pribadi di luar rangkaian acara yang layak diapresiasi.

“Setiap even selalu mempunyai masalah dan tantangan tersendiri,” kata seorang sahabat. Setiap acara yang “kuat” selalu membawa kisah. Sebagiannya menjadi bahan yang kudu diakui untuk dievaluasi.

Beberapa minggu sebelum pertunjukan digelar, panitia telah berhenti mempromosikan acara pada khalayak karena dalam perkembangannya, banyak sekali permintaan undangan dari luar Lingkungan Tugu.

Keadaan yang berbalik ketika panitia pada awalnya cukup sulit untuk mencari dukungan yang ternyata cukup alot. Bahkan Sugeng Hariadi atau yang akrab disapa Peyek, sie penggalangan dana untuk Stetsa ’88 harus memeras otak agar target pencapaian setidaknya sama dengan perolehan dana pada Tugu Live yang pertama. Dan Alhamdulillah, dengan berbagai kiatnya, Peyek dan anggotanya berhasil menghimpun dana hampir tiga kali lipat dari target. Sebenarnya, tak ada target perolehan yang dibebankan oleh panitia inti pada sie penggalangan dana masing-masing alumni, namun dengan tekadnya, Peyek bersikukuh untuk melampauinya.

Sempat juga dibangun wacana bahwa Tugu Live 2 merupakan agenda “dari, oleh dan untuk Arek Tugu” untuk membendung isu pagelaran dari Arek Tugu yang terlanjur santer di banyak komunitas penggemar musik agar nuansa Arek Tugu lebih mengena. Panitia sepakat untuk lebih fokus menjaring penonton dari Lingkungan Tugu karena misinya memang pada kebersamaan yang diawali dari Arek Tugu sendiri. Seringkali panitia harus mempertanyakan dulu, darimana permintaan undangan tersebut berasal, dari lingkungan Sekolah Tugu atau bagaimana.

Malam itu, sekitar tiga puluh lima lagu mereka bawakan. Komposisi yang cukup mewakili selera para penggemar musik. Satu diantaranya malah jarang sekali dimainkan dalam live musik di kafe-kafe seperti lagu Brother in Arms dari Dire Straits. Penulis tidak sekalipun pernah mendengar lagu “kawan seperjuangan” itu dimainkan dalam sebuah konser musik di Malang.

Lagu yang secara subyektif memiliki kisah atau kenangan kuat kala mendengarnya. Mengutip sepenggal ucapan B.B. King; “Saat saya bernyanyi, saya tidak ingin Anda hanya mendengar melodi. Saya ingin Anda menghidupkan kembali ceritanya, karena sebagian besar lagu memiliki cerita yang cukup bagus.”

Di sisi lain, penampilan Yogi, alumni Stetsa ’88, salah satu dari empat vokalis yang tampil di hari itu seringkali menjadi pertanyaan para penggemar musik yang aktif mengikuti pertunjukan musik di Malang. Menurut mereka, penampilan Yogi cukup apik. “Iku sopo? Aku koq gak tahu eruh,” kata mereka.

Berikut nama para musisi yang tampil;
Vokal : Semo, Koko, Yogi, Kamil
Gitar : Epik, Dion, Teddy, Falen
Bass Gitar : Ardian, Yudho
Keyboard : Yuono
Drum : Yudi

Semo dan Falen merupakan Arek Tugu ’88 yang tinggal di ibukota. Datang dari Jakarta hanya untuk meramaikan agenda bersama Tugu Live 2. Sedang Ardian, Kamil dan Dion adalah “nawak-nawak” Arek Tugu yang sering disebut sebagai bagian dari Tugu ’88 Society.

Ada hal menarik, ketika Ketua Panitia Tugu Live 2, Ipong, di akhir sambutannya membacakan secara lengkap, lirik lagu Playing For Togetherness dalam gaya layaknya penyair:

Gedung gedung lawas pusat kota
Seberang gedung dewan dan balaikota
Misa Stetsa Bhawikarsu
Arek Tugu putih abu-abu

Dulu, di Tugu, kita saling bertemu
Dulu, di Tugu, kita membangun cerita
Tugu adalah ingatan bersama masa lalu
Tugu adalah jejak-jejak nostalgia

Kita adalah kita hari ini dengan masing-masing pencapaian
Kita ada karena berbeda
Kita ada karena bersama
Kita adalah kita hari ini

Playing For Togetherness
Playing For Togetherness

Meski ada sesuatu yang menurut sebagian pengunjung, terutama perempuan, sedikit mengganggu kenyamanan karena beberapa pengunjung dari luar yang cenderung urakan, namun secara keseluruhan, penyelenggaraan berlangsung dengan baik dan aman. Tugu Live telah menjadi catatan inspiratif bagi Arek-arek Tugu di usianya yang lebih dari setengah abad. Tugu Live telah menjadi tugu baru Arek Tugu.

Menutup tulisan yang mungkin terlalu panjang bagi sebagian sahabat, saya mengutip ucapan produsen mobil dari Amerika Serikat, Henry Ford: “”Datang bersama adalah permulaan, menjaganya agar bersama adalah kemajuan, bekerja bersama adalah kesuksesan.”

 

Salam baik dan sehat selalu,
Yono Ndoyit, 17 Februari 2023

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *