Papua  

Kerukunan Keluarga Pasundan Cabang Nabire Warisi Kaum Millenial Seni Jaipong

Indonewsdaily.com, Nabire – Kepala Bagian Humas Kerukunan Keluarga Pasundan (KKP) Cabang Nabire Yudi menyatakan KKP bukan perkumpulan politik praktis sejak awal berdiri hingga kini dan berusaha untuk peka terhadap perubahan.

Yudi pun menegaskan harus bisa membedakan antara kata kerukunan Jawa Barat dengan Pasundan. Jawa Barat zonanya lebih sempit sementara Pasundan lebih luas.

“KKP Cabang Nabire adalah perkumpulan masyarakat suku sunda yang berasal dari berbagai daerah tidak terbatas Jawa Barat, tetapi mereka yang memiliki pertalian persaudaran baik darah, keluarga / perkawinan, budaya satu bahasa walau hidup dan dibesarkan di luar Tatar Sunda dan mencintai budaya sunda,”kata Yudi, Minggu (6/6/21).

Sebagai pengurus, ia memiliki tanggung jawab moral sesuai dengan amanat termaktub dalam AD/ ART organisasi.

Selama ini kegiatan rutin aktif adalah kegiatan keagamaan, seperti yasinan dan peringatan keagamaan (Islam) lain.

Padahal keluarga sunda yang tinggal di Papua merupakan manusia majemuk dari berbagai budaya, suku, latar belakang pendidikan dan profesi.

“Kami coba berbenah untuk bisa berkolaborasi dengan semua kalangan, persoalan yang dihadapi KKP ke depan pasti lebih komplek,” imbuhnya.

Organisasi tidak bisa terjebak sebatas kegiatan keagamaan. Organisasi harus bisa mengaktualisasikan AD/ART dan mengayomi anggotanya, terlebih bisa mewadahi dan mendukung kaum millenial untuk bisa belajar seni dan budaya leluhurnya.

Sedangkan penggiat dan kreator KKP Cabang Nabire Cacang Hadi, setuju dan sejalan dengan pemahaman Yudi. Menurut mantan wartawan itu pergerakan organisasi dinilai cukup baik dan tertata, “Rutinitas keagamaan kita sudah berjalan dengan sangat baik dan rapi tinggal memoles sedikit dengan kegiatan umum,” jelas Adi panggilan akrab Cacang Hadi.

Kegiatan keagamaan lanjut dijelaskannya penting, namun ini bukan organisasi agama murni lebih organisasi umum warga sunda di Papua. Nilai budaya, sosial dan adat harus bisa dipertontonkan untuk diwarisi generasi agar ruh masyarakat sunda tidak mati.

“Kita lihat momentumnya, jika memang itu bertalian dengan keagamaan murni seperti pengajian rutinan atau pengajian peringatan tertentu kita harus bisa mengemas lebih elegan,” tuturnya.

Momentum seperti pertemuan anggota tahunan tentu kemasannya harus bisa mengekpresikan semangat budaya sunda dengan bisa ditampilkan pentas seni seperti RampakTari Jaipong, Ketuk Tilu dan Ayun Ambing.

Rampak tari jaipong penting diwarisi generasi muda sunda sebagai warisan leluhur, disitulah peran organisasi mewadahi, mendidik dan mengawasi agar kaula muda tidak terjebak hura – hura.

“Tetapi kita sebagai manusia berbudaya dan beragama, setiap ada kegiatan dalam skala apapun nilai agama adalah hal mutlak. Intinya bagaimana cara kita mengemas selaras dengan momentum yang ada,” pungkasnya. (Kur)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *