Bedah Film ‘Ketika Bung di Ende’, Cara GMNI Probolinggo Peringati Harlah Pancasila

DPC GMNI Probolinggo merefleksikan Hari Lahirnya Pancasila 1 Juni, dengan menggelar Bedah film 'Ketika Bung di Ende'.

Indonewsdaily.com, Probolinggo – Lahirnya Pancasila dinilai Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Probolinggo sebagai proses perjuangan panjang yang tak mengenal lelah. Langkah itulah, yang menjadikan momentum untuk merefleksikan sekaligus mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila dalam setiap kehidupan.

Hal itu, dilakukan melalui aksi bedah film ‘Ketika Bung di Ende’ itu, diikuti puluhan kader GMNI Probolinggo pada Rabu, (01/06/2022. Menurut Ketua DPC GMNI Probolinggo, Dwi Joko Hardiono bedah film tersebut sebagai bentuk refleksi perjalanan Bung Karno di Ende, sebagai cikal bakal lahirnya Pancasila.

“Kami mengajak, bagaimana melalui film Ketika Bung di Ende yang saat itu diasingkan, merasa dijauhkan dari masyarakat kemudian mampu melewati itu. Dan pada akhirnya, Bung Karno mendapatkan teman diskusi dan menemukan Pancasila sebagai tatanan budaya baru, ” jelas Mahasiswa yang biasa disapa Dion ini.

Atas hal itu, ia tak hanya mengajak kader GMNI, namun juga seluruh masyarakat. Dalam artian, menjadikan momentum lahirnya Pancasila 1 Juni untuk terus mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila dalam segala sendiri kehidupan.

“Mari kita aktualisasikan ajaran Pancasila, baik dalam berpikir, berkata dan bertindak dalam perbuatan. Sebab kalau bukan kita, siapa lagi yang akan menjaga Pancasila sebagai dasar dan pijakan Bangsa Indonesia,” tambahnya.

Hal senada, disampaikan Eko Yudianto Yunus, pemantik dalam bedah film tersebut. Ia menceritakan, ada sebuah kisah di Ende tentang pohon sukun yang berdiri tegap di sebuah taman. Pohon Sukun itu menghadap kepada pantai yang jernih, dan menyimpan sebuah bukti sejarah yang amat sangat penting bagi bangsa Indonesia.

Pohon Sukun itu bukanlah pohon sukun biasa. Terdapat sebuah prasasti, yang ditandatangani oleh Wakil Presiden Budiono, yang menyatakan bahwa dibawah pohon sukun itulah, Soekarno menemukan butir-butir falsafah negara, yang sekarang dikenal oleh masyarakat Indonesia sebagai Pancasila.

Ia menyatakan bahwa Ende adalah saksi sejarah penting Bangsa Indonesia. Bagaimana kemudian nilai-nilai itu kemudian berproses menjadi cikal bakal Pancasila.

“Ende adalah rahim pengandung lima butir Pancasila, yang kemudian dilahirkan di Jakarta. Di Ende itulah bagaimana Pancasila digali dan mengalami proses yang akhirnya pada 1 Juni 1945 lahirlah Pancasila” jelas Dosen Universitas Panca Marga, Probolinggo ini.

Sementara itu, Ahmed salah satu peserta bedah film mengaku terinspirasi dengan perjuangan Bung Karno waktu diasingkan di Ende. Ia menilai, perjuangan Bung Karno tidaklah mudah.

“Terpisah jauh dengan masyarakat, sedih yang dirasakan tapi mampu mendekatkan diri dengan masyarakat Ende. Melalui perjuangan itulah, saya merasa terinspirasi untuk ikut berjuang menjaga dan mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila,” ucapnya.

Diketahui, diasingkannya Bung Karno dj Ende sekitar tahun 1934, akibat kegiatan politik yang meresahkan Belanda, Soekarno diasingkan ke Ende. Soekarno pergi bersama istri Inggit Garnasih yang merupakan anak Ratna Djuami alias Omi. Dia juga pergi bersama dengan ibu mertuanya Amsi.

Layaknya masa pengasingan, kehidupan terasa sulit. Pada masa awal-awal, rakyat setempat tidak berani bertegur-sapa dengan Soekarno. Saat pergi kemana-mana, dia juga mendapat pengawalan dari polisi. Hidup Soekarno terkekang secara badaniah.

Namun, seiring berjalannya waktu, Soekarno melakukan berbagai penyesuaian dan adaptasi. Pertama dia mulai dengan mengadakan pengajian. Soekarno juga banyak membaca di perpustakaan pastoran Ende. Di tempat itu pula dia banyak berdiskusi dengan Pastor Huytink. Pastor Huytink pernah meramalkan bahwa suatu hari nanti Soekarno akan menjadi presiden.

Saat Soekarno bermasalah dengan menggelar sandiwara dengan naskah buatannya berjudul Rahasia Kelimoetoe dan Indonesia 1945, Pastor Huytink ini pula yang membelanya. Dalam masa pengasingan ini, Soekarno banyak merenungkan beberapa hal, termasuk konsep dasar negara, Pancasila.

Saat Soekarno sakit keras, Inggit menulis surat kepada MH Thamrin. Dia meminta agar Soekarno segera dipindahkan. Berkat bantuan Thamrin, Soekarno pindah ke Bengkulu setelah hampir empat tahun di Ende.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *