Fenomena Buang Bayi di Mojokerto, Ini Kata Pemerhati Psikologi Sosial

Indonewsdaily.com, Mojokerto – Belum genap satu bulan warga Mojokerto dihebohkan dua penemuan bayi di dua wilayah yakni di Kecamatan Jatirejo dan Kutorejo.

Kasus pertama terjadi akhir Mei lalu, seorang santri yang hendak ke sungai menemukan bayi yang tersangkut di bebatuan di sungai Mojogeneng. Hingga saat ini pihak kepolisian belum berhasil mengungkap siapa pelaku pembuang bayi malang itu.

Untuk kasus kedua terjadi di wilayah Kecamatan Kutorejo, warga menemukan bayi perempuan yang dibuang diatas tumpukan kayu bakar di belakang rumah warga, Selasa (22/6/2021). Bayi mungil itu ditemukan lengkap dengan tali pusar yang masih menempel, beruntung bayi dalam kondisi hidup.

Fakta ini sungguh mencengangkan, warga Mojokerto yang dikenal relijius namun justrus tega membuang darah dagingnya. Lantas apa yang terjadi di masyarakat sampai tega membuang buah hatinya? Apa yang mendasari sehingga tega berbuat keji itu?

Pengamat psikologi sosial, Cahya Suryani, MA mengatakan fenomena orang tua yang membuang bayi menunjukkan fenomena banyak kelahiran anak-anak yang tidak diinginkan (unexpected children).

Menurutnya kebanyakan bayi yang tidak diinginkan lahir itu dialami oleh perempuan yang hamil di luar nikah, akibat perselingkuhan atau pergaulan bebas, sehingga mereka tidak siap akan resikonya.

“Bisa juga remaja yang berpacaran di luar batas norma agama dan akhirnya hubungan tersebut membuahkan anak,” kata perempuan yang juga aktivis Masyarakar Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) Mojokerto ini, Selasa (22/6/2021).

Lebih lanjut Cahya mengatakan ketidaksiapan menjadi orangtua serta beban psikologis yang menyertai membuat mereka mencari jalan pintas dengan membuangnya.

“Mereka (orang tua bayi, red) beranggapan dengan membuang buah hatinya masalah selesai. Namun sebenarnya menambah atau akan menimbulkan masalah-masalah baru seperti kasus hukum,” jelasnya.

Cahya menambahkan dalam pikiran orangtua yang membuang bayi tersebut membuang bayi tersebut bisa meringankan beban psikis yang mereka alami.

“Padahal tindakan ini hanya menenangkan sesaat dan akan berdampak psikis lebih lanjut,” tukasnya.

Ia berharap penguatan nilai-nilai moral di masyarakat semakin ditingkatkan. Hal itu butuh peran serta semua elemen dari tingkat keluarga hingga pemerintah.(man)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *