Makna Penjor di Hari Raya Galungan

Indonewsdaily.com, Bali – Hari Raya Galungan merupakan hari raya bagi umat Hindu untuk memperingati terciptanya alam semesta dan seluruh isinya. Perayaan ini di maksudkan agar umat Hindu mampu membedakan dorongan hidup antara adharma dan budi atma (dharma kebenaran) didalam diri manusia. Kemudian kebahagiaan dapat diraih tatkala memiliki kemampuan menguasai kebenaran.
Dalam video podcast Hey Indo! di chanel youtube, tim Hey Indo berkesempatan mewawancari secara khusus salah satu guru besar di ubud yakni I Ketut Arsana, Founder of Bodyworks Healing Centre Ubud, 5th Generation Balinese Healer, Yoga Master & Spiritual Teacher.
Menurut I Ketut Arsana, perayaan Galungan memiliki makna rasa syukur kepada tuhan dan kenapa semua orang Hindu di Bali sangat sibuk saat Galungan, karena ini merupakan simbol rasa syukur.
“Tuhan adalah guru, karena guru adalah sosok yang menjaga kita. Tapi tidak hanya itu, tuhan juga ada dalam diri orang tua kita, karena mereka juga menjaga kita. Orang-orang yang membantu kita untuk dekat dengan tuhan, mereka juga guru karena memberikan kita pengetahuan,” terang I Ketut Arsana, Rabu (10/11).

Selain itu, I Ketut juga menjelaskan tentang makna dari penjor, dekorasi yang selalu kita lihat di pinggir jalan saat Galungan, “Penjor merupakan symbol tentang rendah hati dan rasa syukur. Di dekorasi penjor, orang-orang bali menaruh makanan, buah-buahan dan beberapa hiasan lain dari hasil bumi. Hal tersebut bertujuan, kita mempersembahkan apa yang kita miliki. Selain itu karena bentuk penjor yang menjulang tinggi kemudin melengkung kebawah, memiliki makna, sehebat apapun manusia, dia harus tetap rendah diri dan selalu bersyukur. Tidak boleh sombong dan angkuh,” tutupnya.

Galungan sendiri berasal dari bahasa Jawa Kuno yang artinya menang. Selain itu, kata Galungan juga memiliki makna yang serupa dengan Dungulan yang berarti menang. Galungan memberikan sebuah pemahaman bahwa niat dan usaha yang baik selalu akan menang jika dibandingkan dengan niat dan usaha yang buruk.

Dalam perayaan Galungan ini, masyarakat Hindu Bali akan melakukan berbagai aktivitas yang spesial dan dilakukan secara khusus. Dimulai dengan persembahyangan di rumah masing-masing, kemudian ke pura keluarga lebih besar seperti Pemerajan Agung, Dadia, Pura Ibu, Panti, Pura Banjar dan ke Kahyangan Tiga atau Pelinggih-pelinggih di tempat usaha.
Kemudian, masyarakat Bali yang merayakan Galungan juga akan mengenakan pakaian adat yang didominasi dengan warna putih sambil membawa sesaji di atas kepala mereka. Bagi umat Hindu yang memiliki anggota keluarga yang berstatus mapendem atau sudah meninggal atau biasa disebut masyarakat Bali dengan Makingsan di Pertiwi, maka mereka harus membawakan benten ke pemakaman.
Perayaan Galungan juga dibarengi dengan upacara keagamaan lainnya, mulai dari Hari Tumpek Wariga (Pengatag) yang dilaksanakan 25 hari sebelum perayaan hari Galungan. Lalu, Kliwon Wuku Wariga, di mana seluruh umat Hindu melakukan persembahan kepada Sang Hyang Sangkara, yang merupakan manifestasi Tuhan sebagai dewa Kemakmuran dan Keselamatan untuk tumbuh-tumbuhan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *