Upaya Menyeimbangkan Neraca Garam

Melihat kebutuhan garam nasional yang semakin meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk dan berkembangnya berbagai industri di tanah air, dan di tengah meningkatnya kebutuhan pada sektor tersebut belum dapat dicukupi dari hasil produksi dalam negeri sehingga masih harus dicukupi melalui impor garam. Saat ini kebutuhan garam untuk pasar domestik mencapai kurang lebih 4,4 juta ton yang diperuntukkan untuk berbagai sektor, antara lain garam konsumsi sebanyak 812.132 ton dan garam industri sebanyak 3.609.812 ton. Garam industry sendiri masih diturunkan lagi untuk memenuhi beberapa sektor antara lain untuk pengasinan ikan sebanyak 320.397 ton, sektor aneka pangan 518.990 ton, sektor CAP dan farmasi 2.183.185 ton dan sektor non CAP 287.239 ton (Badan Pusat Statistik, 2019).

Produksi garam nasional ditopang oleh 2 sektor utama yaitu garam tambak dan non tambak seluas kurang lebih 27.047,65 hektar. Apabila kemampuan rata-rata produktivitas lahan tambak garam adalah kurang lebih 100 ton/ha dan dengan estimasi waktu permusim 4-5 bulan di musim musim kemarau maka produksi garam nasional hanya mencapai 2,3 juta sampai 2.7 juta ton, dan saat terjadi anomali cuaca seperti terjadinya el-nino di mana musim kemarau lebih panjang produksi bisa mencapai 3 juta ton.

Neraca garam Nasional di Indonesia berdasarkan kriteria dari Permenperin No. 88/M-IND/PER/10/2014, dan SNI 01-3556-2000/Rev.9 memisahkan garam menjadi 2 sektor yaitu garam konsumsi dan garam Industri. Perbedaan antara garam konsumsi dan garam industri dapat dilihat dari sisi kualitas, segmen, dan pasar yang dituju. Berdasarkan hal tersebut untuk memenuhi kebutuhan industri maka garam industri diimpor, untuk menjaga keberlangsungan sektor industri tersebut. Kadar NaCl di atas 97 persen yang disebut juga dengan garam Clor Alkali Plant (CAP) maka dipergunakan garam dengan klasifikasi garam industri, dan untuk NaCl dibawah 97 persen disebut garam Non-Clor Alkali Plant (NCAP) maka dipergunakan garam dengan klasifikasi garam konsumsi.

Jika kita melihat kembali data produksi dalam kurun waktu 9 tahun terakhir, neraca garam dalam negeri selalu surplus. Ada beberapa hal yang menjadi hemat penulis antara lain, Tidak ada produksi garam industri, Impor garam dianggap yang paling baik sehingga seharusnya masuk ke industri dan hasil olahannya bisa digunakan untuk garam konsumsi (minimal industri pengasinan ikan, aneka pangan dan garam industri non-CAP); Selalu ada stok garam dari akhir tahun lalu; Selama ini produksi dalam negeri dikatakan belum memenuhi kualitas produksi garam industri, sehingga dianggap belum ada produksi garam industri dari produksi dalam negeri.Bahkan hanya dengan impor dapat dilihat bahwa selalu terjadi surplus garam industri dari total impor. Garam impor dimasukkan ke dalam kategori garam CAP, yang kualitasnya diatas kualitas produksi dalam negeri atau setara dengan kebutuhan garam industri.

Dalam upaya menyeimbangkan neraca garam nasioanal terdapat beberapa tantangan secara geografis yang harus disadari bahwa tidak semua pantai di indonesia dapat dijadikan lahan garam, kriteria utama pantai bisa digunakan sebagai lahan garam adalah pantai yang harus landai seperti di selatan pulau jawa tidak dapat digunakan untuk lahan produksi garam yang disebakan oleh besarnya ombak yang dapat menghancurkan tanggul lahan produksi garam. Alasan lain adalah kenapa tidak semua pantai tidak bisa digunakan sebagai lahan produksi garam adalah terdapat pantai yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi sehingga lebih bijak pabila dioptimalkan untuk sektor pariwisata.

Belum mampunya indonesia untuk menyeimbangkan neraca garam dalam negeri disebabkan oleh beberapa faktor, musim kemarau di indonesia yang relatif pendek, kelembapan udara yang tinggi sekitar 50%-90% yang berimbas pada sulitnya penguapan air yang mengakibatkan turunnya produktifitas. Area tambak garam rakyat yang sempit dan tidak mau diintegrasikan antara satu dengan yang lain sehingga produk garam yang dihasilkan berkualitas rendah.

Melihat neraca garam yang selalu impor, dan kondisi geografis dan cuaca yang kurang mendukung maka perlu disusun roadmap pengelolaan garam rakyat agar mampu mandiri. Pemenuhan kebutuhan garam secara nasional merupakan upaya perwujudan dari kemandirian pangan. Untuk mewujudkan hal tersebut, perlu suatu langkah yang strategis dan nyata dalam mengatasi permasalahan yang ada pada garam nasional. Permasalahan yang harus tuntas disesaikan adalah kualitas garam yang dihasilkan oleh petambak garam harus bisa ditingkatkan untuk menambah posisi tawar harga dan pilihan segmen pasar disaat musim panen. Kemudian yang tidak kalah penting yang harus menjadi sorotan adalah nilai impor yang harus diukur secara jeli berdasarkan base data yang presisi, sehingga tidak ada lagi garam impor yang bocor ke segmen garam rakyat, dan peruntukan garam impor tersebut memang betul betul digunakan untuk menambal sektor industri. Kelembihan impor garam dari yang seharusnya dapat dipenuhi oleh garam rakyat disebabkan oleh adanya oknum industri yang menjual garam impor tanpa mengolah terebih dahulu dan dijual ke industri seperti pegasinan ikan, aneka pangan dan industri yang membutuhkan garam non CAP, hal inilah yang sering kali menyebabkan kelebihan impor garam dan garam yang telah diproduksi oleh masyarakat tidak terserap oleh industri.

Wahyu Isroni

*Dosen Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga

*Koordinator Teaching Industri dan Science Tekno Park BPBRIN Universitas Airlangga

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *