Opini  

Kehadiran Kecerdasan Buatan (AI) dalam Pemilu 2024

Penulis: Suyatno

Penulis Suyatno

Penulis: Suyatno

Tahun 2024 akan menjadi tahun politik yang penting. Pada Pemilu 2019, banyak tulisan hoaks yang menimbulkan perpecahan di masyarakat. Pemilu 2024, yang sedang berlangsung tahapannya, akan menghadapi tantangan yang lebih besar. CEO OpenAI, Sam Altman, telah memperingatkan bahwa kecerdasan buatan atau AI yang digunakan dalam pembuatan ChatGPT memiliki risiko merusak integritas Pemilu.

Kecerdasan Buatan (AI) merupakan teknologi yang mampu melaksanakan beraneka ragam tugas manusia, bahkan dapat menggantikan peran manusia. AI telah diuji coba secara luas untuk mengenali pola, mengambil keputusan, serta belajar dari Big Data. Tentunya, AI memiliki banyak keuntungan bagi kehidupan manusia, seperti membantu mengatasi masalah pendidikan, kesehatan, lingkungan, dan ekonomi. Walaupun pada prinsipnya, banyak negara saat ini sedang menetapkan batasan dan penggunaan AI secara etis. Perdebatan mengenai etika AI antara negara, akademisi, teknokrat, dan korporasi cukup intens. Hal ini disebabkan selain aspek-aspek yang telah disebutkan, AI juga memiliki potensi yang berbahaya bagi demokrasi sebuah negara.

Peringatan akan bahayanya itu sangat beralasan. teknologi kecerdasan buatan dapat menghasilkan berita palsu melalui pembuatan video, gambar, dan rekaman suara yang hampir identik dengan aslinya. Dengan menggunakan rekayasa AI, gambar, ilustrasi, suara, dan video dapat diolah hanya dengan memasukkan sampel yang sederhana. Dampaknya, berita palsu kini tak hanya muncul dalam bentuk tulisan atau pernyataan di media. Namun kini muncul dalam bentuk suara yang seolah-olah berasal dari orang yang sebenarnya. Seperti halnya dengan merebaknya suara yang mirip dengan suara Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menyanyikan lagu Rungkat dari Happy Asmara.

Pengubahan data dengan menggunakan ChatGPT dapat dimanfaatkan untuk menciptakan atau menyebarkan cerita yang palsu, menyesatkan, atau tidak tepat. Hal ini dapat digunakan sebagai propaganda dengan menggunakan konten deepfake. Jenis konten AI ini mudah memengaruhi pandangan masyarakat, memperkuat polarisasi, dan mengganggu proses Pemilu atau pembuatan kebijakan.

Perlu penanganan serius terhadap potensi yang diakibatkan oleh konten palsu yang dihasilkan oleh kecerdasan buatan. Ada tiga tindakan yang dapat dilakukan. Pertama, penguatan regulasi yang dibuat oleh pemerintah beserta pengawasan terhadap pelaksanaannya. Kedua, pembentukan tim khusus atau satgas untuk mengantisipasi penyalahgunaan AI dalam propaganda politik. Ketiga, dilakukan edukasi yang luas kepada masyarakat.

Pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) memiliki peran penting dalam menjunjung tinggi demokrasi, namun keberadaan kecerdasan buatan (AI) juga dapat menghadirkan ancaman. Bagi para penyelenggara Pemilu di Indonesia pada tahun 2024, AI dapat menghasilkan informasi yang salah dan kampanye negatif. Meskipun terdapat manusia yang mengendalikan kampanye berbasis AI ini, namun akibat dan jangkauannya akan lebih berbahaya dan meluas. Dikutip dari sindonews.com, Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) RI, Andi Widjajanto menjabarkan perkiraan kemungkinan penyebaran hoaks menggunakan kecerdasan buatan tersebut sejak ia menjabat tahun 2022 punya topik khusus mengkaji transformasi digital yang termasuk didalam soal pemilu 2024 yang telah diberikan kepada Presiden RI, Ir. Joko Widodo.

Bayangkan menggunakan AI untuk membuat dan menyebarkan hal-hal negatif di atas. Selain itu, diproduksi dan didistribusikan dengan cara yang lebih maju, lebih cepat, dan lebih murah daripada metode konvensional. Sehingga potensi ancaman AI di atas dapat merusak integritas dan kredibilitas pemilu Indonesia 2024. Beberapa upaya yang dapat dilakukan sebagai upaya antisipasi mencegah penggunaan kecerdasan buatan (AI) yang bertujuan negative diantaranya, Pertama, Meningkatkan pengetahuan digital dan daya kritis masyarakat sehingga masyarakat dapat membedakan antara informasi yang benar dan salah serta tidak rentan terhadap konten palsu. Kedua, Mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam melaporkan dan memantau konten politik yang dibagikan di media sosial atau online. Ketiga, Memperkuat peran dan kapasitas lembaga penegak hukum, polisi, penyelenggara pemilu, dan pemantau untuk memantau dan mengekang produsen berita palsu dan pencemaran nama baik berbasis AI.  Keempat, Menciptakan kemitraan antara pemerintah, akademisi, media, organisasi masyarakat sipil, dan sektor swasta untuk mengembangkan dan menerapkan standar etika dan peraturan untuk penggunaan AI dalam konteks kebijakan.

Padahal, Kecerdasan Buatan (AI) merupakan inovasi yang sangat potensial untuk mendukung proses demokrasi. Di sisi lain, Kecerdasan Buatan (AI) juga berisiko besar merusak proses demokrasi, terutama dalam pemilu. Bertindak waspada, cerdas dan bertanggung jawab dalam penggunaan dan pemanfaatan  kecerdasan buatan (AI) menjadi prioritas dalam pemilu Indonesia 2024. Intinya, kecerdasan buatan (AI) dalam demokrasi suatu negara perlu diatur dengan baik dan transparan oleh semua pihak. Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa kecerdasan buatan (AI) digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi, seperti keadilan, kesetaraan, partisipasi, dan akuntabilitas dalam pemilihan. Pada tahun 2024, perhelatan politik terbesar di negeri ini akan berlangsung. Pemilihan legislatif dan presiden akan dilaksanakan serentak pada Februari 2024 dan kemudian pemilihan kepala daerah serentak (Pilkada) pada akhir 2024.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *