Sejumlah Pejabat Pemkot Mojokerto Masuk Daftar Kredit Macet di BPRS Mojokerto

Indonewsdaily.com, Mojokerto – Permasalahan yang terjadi di tubuh PT. BPRS Mojo Artho Kota Mojokerto (BPRS Mojokerto) Bank pembiayaan milik Pemerintah Kota (Pemkot) Mojokerto yang menyebabkan kolaps ternyata sangat kompleks.

Tak hanya jaminan cek bodong, tapi nilai hutang tak tertagih atau kredit macet mencapai 40,22 persen dengan nominal mencapai Rp 20,9 miliar. Ironisnya, sebagian kredit macet itu menyeret nama-nama pejabat Pemkot yang menduduki posisi kepala bagian hingga kepala dinas.

Berdasarkan data yang ada besaran dari pinjaman pejabat berplat merah itu bervariasi mulai Rp 45,2 juta hingga ratusan juta rupiah. namun ada juga dengan modus memakai nama orang lain sebagai nasabah di BPRS Mojokerto hingga totalnyapun mencapai milyaran rupiah. 

Carut marutnya manajemen BUMD plat merah seolah menjadi ladang subur menguras uang rakyat yang dilewatkan melalui konsep mafia perbankan. 

Bahwa pada Rapat Dengar Pendapat (RDP) tanggal 3 Agustus 2021 Komisaris Utama Sulam Andjar Rochim yang menyatakan bahwa PT. BPRS Mojo Artho Kota Mojokerto mempunyai Non Performing Loan (NPL) sebesar 61% dan berdasarkan Rasio NPL yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia adalah 5% kalau NPL sudah diatas 5%, maka kredit macetnya semakin tinggi dan mendapat warning dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Saat itu Komisi I juga menyinggung masalah Capital Adequacy Ratio (CAR) yang dimiliki oleh BPRS Mojokerto dan menurut Komisaris Utama Sulam Andjar Rochim sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/15/PBI/2008 nilai CAR minimal adalah 8% (delapan prosen). Bank yang dianggap sehat, sayangnya pertanyaan dari anggota Komisi I tidak terjawab oleh Komisaris Utama berapa nilai CAR yang dimiliki oleh BPRS Mojokerto.

Dari data yang ada bahwa nasabah Kurang Lancar sebesar 15,79 persen dengan total nilai Rp  8.227.396.465, diragukan sebesar 10,15 persen Rp. 5.291.579.904, Kredit macet 40,22 persen Rp. 20.957.785.171 dan NPL sebesar 66,16 persen Rp. 34.476.761.540.

Tim monitoring evaluasi BPRS Mojokerto Iwud Widianto mengatakan, besarnya kredit macet bermula saat adanya pembiayaan CV bermasalah pada tahap pertama pada Oktober 2017 mencapai Rp. 2,6 Miliar, pada tahap dua Rp. 3,7 Miliar.

“Jika dihitung pembiayaan pada tahap I dan II jika ditotal mencapai Rp. 6,3 Miliar”, jelas Iwut, Minggu (18/10/2021).

Berdasarkan temuan Tim Monitoring dan Evaluasi (Monev) yang ditunjuk oleh Bagian Perekonomian Pemkot Mojokerto untuk BPRS Kota Mojoarto, YBH Brahmastra Jaya menemukan sejumlah nama pejabat pemkot yang menunggak hutang.

” Varian hutangya bervariasi mulai dari puluhan juta hingga ratusan juta rupiah, sementara hasil temuan kami lainya adalah adanya sejumlah pejabat memakai nama orang lain untuk berhutang Di BPRS Mojokerto tersebut. yang jelas kami selain mencari akar masalah di bank tersebut juga akan melakukan penyehatan penyehatan “,. tutup Iwut.  

Sebelumnya, Terungkap Penyebab Bank Pembiayaan Rakyat Syariah ( BPRS ) Syariah Kota Mojokerto mengalami kolaps serta membuat likuiditas BPRS terganggu salah satunya adanya jaminan cek bodong dari sejumlah CV.

Tak tanggung tanggung bahwa CV tersebut menjaminkan cek bodong mencapai Rp. 2.748.975.000. Besarnya jaminan sebesar itu terdiri dari empat CV yang menjaminkan 19 cek bodong.

Empat CV tersebut diantaranya 1. CV. Fiko Tama Malang empat cek bodong dengan total nilai Rp. 591.250.000, 2. CV. Suramadu Rp. 720.250.000, 3. CV. Kharisma Putra Rp. 765.600.000, 4.CV. Bakti Utama (Malang) Rp. 671.875.000. Dan dari 19 cek bodong tersebut berlogo Bank Jatim.

Dari informasi yang ada, empat CV itu sesuai dengan surat pernyataan dari Rizal Swiyanto selaku Administrasi Bisnis mengetahui Plt. Direktur Utama Sihwanti pada tanggal 27 Mei 2021 lalu menyatakan bahwa cek tersebut benar-benar ada dan disimpan di ruang Khazanah PT. BPRS Mojo Artho Kota Mojokerto, namun cek tersebut tidak dapat dicairkan.

Sementara itu Anggota Komisi II DPRD Kota Mojokerto Budiarto mengatakan dirinya sepakat dibentuknya pansus BPRS Mojokerto, asalkan fokus pada penyehatan perusahaan.

” Intinya kita sepakat, sepanjang mengarah pada penyehatan tidak yang lain “, jelasnya. Rabu  ( 06/10/2021)

Menurut Ketua Komisi 2, Riski Fauzi pihaknya mendapat laporan puluhan orang kesulitan menarik tabungan dan deposito mereka. Ia menduga BPR Syariah kesulitan mencairkan dana nasabah yang jumlahnya diduga miliaran rupiah itu lantaran adanya fraud di internal bank.

“Sebenarnya kita juga bingung nilai aset mereka (BPRS,red) mencapai 150 miliar tapi kenapa kesulitan mencairkan tabungan dan deposito nasabah,” katanya, Sabtu (29/5/2021).

Untuk itu ia membuka posko aduan nasabah, nantinya lanjut Riski posko ini sebagai pintu masuk untuk mengetahui permasalahan yang sebenarnya terjadi di BPRS itu. Bahkan, tak menutup kemungkinan akan ada hearing bahkan jika perlu sampai membentuk pansus.

“Posko ini untuk mendapatkan data sebanyak-banyaknya dari nasabah sehingga kita bisa tau kejelasan yang terjadi,” ujarnya.

Lebih lanjut politisi asal PDIP itu mengatakan pihanya juga telah mendapat info jika BPRS tak sanggup membayar bunga deposito yang merupakan hak nasabah.

“Kalau dilihat lebih dalam, BPRS yang selama ini nampak sehat, berkembang dan memiliki aset yang banyak ternyata menyimpan masalah. Jangankan mencairkan deposito, membayar bunga deposito milik nasabah saja mereka tidak bisa,” terangnya.

Padahal lanjut Riski sebagai bank dengan embel-embel syariah, membayar bunga merupakan kewajiban. Lantaran sebelum membuka deposito nasabah dan pihak bank sudah membuat akad.

“Sesuai ketentuan perbankan syariah, bunga itu harus dibayar beda dengan bank konfesional yang bunga bank itu fluktuatif mengikuti suku bunga. Kalau syariah harus dibayar karna ada akad,” jelasnya.

Ia menduga berdasarkan hasil audit BPKP Jatim, banyaknya froud diinternal menjadi salah satu masalah. Selain itu, ia mendapat info jika pada pertengahan tahun 2020 lalu banyak nasabah secara beruntun menarik deposito mereka, hal ini yang membuat likuiditas BPRS terganggu.

“Ada info juga kalau di BPRS banyaknya kredit macet yg meningkat. Banyak sekali pinjaman atau kredit ke nasabah nilainya tinggi bahkan terlalu tinggi ada yang mencapai Rp 2 miliar sampai 9 miliar. Ini yang menjadi salah satu penyebab,” tegasnya.

Untuk itu, ia sebagai wakil rakyat yang memiliki fungsi pengawasan ingin mengetahui akar masalah yang terjadi di BPRS.

“Padahal tiap tahun dapat suntikan penyertaan modal dari APBD. Untuk tahun ini nilainya Rp 5 miliar,” pungkasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *