Dalam 6 Bulan Ada 1.282 Orang yang Terjangkit Chikungunya di Mojokerto

 

Indonewsdaily.com, Mojokerto – Sebanyak 1.282 warga Kabupaten Mojokerto dalam enam bulan pertama di tahun ini terjangkit chikungunya. Wabah chikungunya itu menyerang di 9 kecamatan dari 18 kecamatan di Mojokerto itu.

 

“Sesuai laporan yang masuk ke kami sejak Januari sampai Juni 2021, 1.282 jiwa terjangkit chikungunya,” kata Plt Kasi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular (P2PM) Dinas Kesehatan Kabupaten Mojokerto Mochamad Arif Budi Santoso di kantornya, Jalan RA Basuni, Sooko, Kamis (17/6/2021).

 

Lebih lanjut Arif menjelaskan, dari 9 kecamatan yang tercatat warganya terjangkiy chikungunya, kasus tertinggi terjadi di Kecamatan Mojoanyar mencapai 547 jiwa. Disusul Puri 191 kasus, Dlanggu 149, Gondang 130, Jetis 71, Jatirejo 63, Sooko 61, Ngoro 47 dan Kutorejo 23 kasus.

 

Di Mojoanyar, chikungunya menyerang 7 desa. Yaitu Desa Ngarjo 13, Lengkong 40, Gayaman 240, Tambakrejo 240, Sadar Tengah 5, Wunut 4 dan Jabon 5 kasus. Kecamatan Puri meliputi Desa Mlaten 90, Ketemas Dungus 35, Tampungrejo 34 dan Banjaragung 32 kasus.

 

Jatirejo meliputi Desa Sumengko 14, Kumitir 24 dan Gebangsari 25 kasus. Di Kecamatan Gondang, chikungunya menyerang Desa Bakalan 21 kasus, Tawar 20, Jatidukuh 40, Pohjejer 20 dan Centong 29. Sedangkan di Kutorejo hanya menyerang Desa Gedangan 23 kasus.

 

Chikungunya di Kecamatan Dlanggu menyerang Desa Sumbersono 33 kasus, Sumberkarang 12, Ngembeh 37, Mojokarang 10, Kedung Gede 12, Kalen 20 dan Jrambe 25. Sooko meliputi Desa Ngingasrembyong 8, Sambiroto 14, Wringinrejo 20 dan Sooko 19.

 

Virus yang menular melalui gigitan nyamuk aedes aegypti atau aedes albopictus itu menyerang satu desa di Kecamatan Jetis total. Yakni Desa Lakardowo 71 kasus. Sedangkan di Ngoro menyerang Desa Jasem 26 dan Purwojati 21 kasus.

 

“Statusnya wabah chikungunya karena kurangnya kebersihan masyarakat. Sejauh ini tidak ada yang sampai meninggal dunia,” jelas Arif.

 

Arif menerangkan, wabah chikungunya terjadi karena cuaca yang tak menentu. Hujan yang kadang-kadang turun membuat nyamuk aedes aegypti atau aedes albopictus berkembang lebih pesat. Ditambah lagi kurangnya kesadaran masyarakat menjaga kebersihan rumah dan lingkungan.

 

“Selain melakukan foging (pengasapan), kami juga bekerjasama dengan puskesmas untuk memantau wilayahnya agar melakukan PSN (pemberantasan sarang nyamuk),” jelasnya.

 

Tak seperti demam berdarah dengue (DBD), chikungunya tidak mematikan. Penderita biasa mengalami gejala klinis berupa demam, nyeri pada otot dan sendi, sendi bengkak, nyeri pada tulang, sakit kepala, muncul ruam di tubuh, lemas dan mual.

 

“Chikungunya akan sembuh dengan sendirinya dalam satu sampai dua minggu. Namun, tetap harus diberi pengobatan simtomatis, sesuai gejalanya, seperti pereda nyeri, penurun demam,” pungkasnya.(man)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *