Potensi Wisata Kawasan Karst di Goa Kecik Desa Lubuk Resam Kabupaten Seluma

Indonewsdaily.com –Beberapa hari Tim Indo News Daily berhasil mendapat informasi mengenai potensi wisata di Goa Kecil, Desa Lubuk Resam, Kab Seluma, Provinsi Bengkulu. Ternyata dikawasan yangb kurang expose tersebut memiliki memiliki kawasan karst, yakni bentang alam yang terbentuk dalam kurun waktu ribuan tahun, tersusun atas batuan karbonat (batu kapur/batu gamping) yang mengalami proses pelarutan sedemikian rupa, hingga membentuk kenampakan morfologi dan tatanan hidrologi yang unik dan khas( Aziz.2015).

Andi Yuwono yang merupakan Ketua Asosiasi Desa Wisata Indonesia (ASIDEWI) sekaligus tim leaders survey potensi Desa Lubuk Resam dalam Ekspedisi Bumi Rafflesia menjelaskan jika kawasan ini masih terpinggirkan dan terisolir dari segi akses. Juga kepedulian perlindungan kawasan konservasi, yang menonjol hanyalah potensi dari sisi ekonomi seperti pemanfaatan batu kapur.

“Perhatian terhadap potensi kawasan karst dan guanya dari sisi non ekonomi mulai meningkat beberapa tahun terakhir, namun kemauan untuk perlindungan yang menyeluruh belum juga maksimal,” terangnya melalui sambungan telpon beberapa hari lalu, Minggu (28/11).

Selain menyimpan air, dan memiliki sumber daya alam hayati berupa jenis flora dan fauna, karst juga mengandung sumber daya alam nonhayati, salah satunya ialah batu gamping, yang mana merupakan bahan galian golongan C. Banyaknya sumber daya alam yang terkandung di dalam kawasan karst, akhirnya menjadikan kawasan tersebut sebagai lahan potensial yang memberikan banyak keuntungan.

“Namun, bersamaan dengan dampak positif pemanfaatannya, kawasan karst sudah tentu pula menjadi sangat rentan terhadap kerusakan lingkungan,” lanjutnya.

Desa Lubuk Resam sendiri merupakan salah satu desa yang berada dalam Hutan Produksi Terbatas ( HPT ) Bukit Badas. Berdasarkan sejarah Desa atau Dusun yang terdapat didalam dan disekitar HPT Bukit badas merupakan wilayah pemerintahan Margo Soeluma pada masa Pemerintahan Belanda pada tahun 1837 atau di abad XIX yang meliputi Desa Pandan, Desa Pogo (Puguk), Desa Tanjung Bunga dan Desa Tandjong Seroe, sedangkan Desa Lubuk Resam bersama Desa Sekalak merupakan bagian dari Marga Pogo ( Siswahyono, 2006 ). Wilayah desa yang saat itu sulit dijangkau dijadikan pelarian pejuang kemerdekaan pada saat perang melawan penjajah Belanda.

“Masyarakat Desa Lubuk Resam sebagian besar merupakan rumpun suku Serawai yang merupakan salah satu suku asli di Provinsi Bengkulu yang banyak mendiami Kabupaten Seluma dan Kabupaten Bengkulu Selatan,” jelas pria ramah yang akrab disapa Mas Katip ini.

Sementara itu nama gua kecik bermula dari sarang walet yang di hasilkan dari gua tersebut yang tidak terlalu besar di bandingkan gua lain yang berada di kawasan desa lubuk resam. Adapun sumber lain menybutkan bahwa penamaan goa kecik di lubuk resam berdasarkan bentuk ukuran mulut gua yang lebih kecil di bandingan dengan gua yang lain di desa lubuk resam yaitu gua besak.

Gua kecik memiliki empat zona, zona terang, zona peralihan, zona gelap dan zona gelap total dimana setiap zonasi tersebut di huni beberapa biota. Zonasi terang masing mendapat cahaya matahari di zona ini masih di temukan kaki seribu (Diplopoda) dan di tumbuhi flora paku pakuan (Pterophyta). sedangkan zonasi peralihan zona dengan cahaya remang remang, di temukan biota seperti Tangkruang yang hidup menempel di dinding gua. Pada zonasi gelap adalah zonasi yang tidak mendapat caya sama sekali dengan temperatur dan kelembaban yang fluktuatif sangat kecil, zona gelap total adalah zona dengan tidak ada cahaya sama sekali atau kelembaban dan temperatur yang fluktuatif tinggi dengan biota Kelelawar (Pteropus vampyrus), walet/sriti (Collocalia sp), jangkrik (Gryilus sp) dan lain lain. Selain itu gua kecik memiliki ornamen gua berupa Ornamen Driperies dan Ornamen Batu Amping dan stalakmit stalaktif dengan macam macam bentuk.

“Ada banyak sekali fauna dan flora yang ada dikawasan ini. Salah satunya bunga langka Raflesia Arnoldi. Sehingga sangat patut sekali menjadi kawasan yang mengedapankan konservasi yang berpotensi di kembangkan menjadi desa wisata berkelanjutan,” tutupnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *