Kopi Ngadirejo Menggeliat Bersiap Terbang Tinggi

Penulis : Bahtiar Fitanto

Indonewsdaily.com – Cobalah tengok banyak sudut di kota Malang, café-café menjamur dengan segala macam gaya dan model khasnya. Masing-masing bersaing secara sehat untuk merebut hati pelanggan, terutama para mahasiswa yang sedang menuntut ilmu di Malang. Suasana sejuk dan hiruk pikuk perkuliahan menjadi bumbu perkembangan industri kuliner kopi ini yang semakin berkembang ditingkah dengan berbagai cerita dan budaya minum kopi yang seolah tidak habis untuk dikulik satu per-satu. Hal ini menandakan komoditas kopi semakin berkembang dengan permintaan yang terus naik dari waktu ke waktu. Sedikit terpengaruh oleh pandemi COVID-19, namun juga makin berkembang dengan kondisi yang berangsur semakin membaik.

Sektor pertanian di Indonesia masih menjadi pusat perhatian dikarenakan pertanian merupakan sektor yang luas penyebarannya. Tujuan pemerintah jelas yaitu meningkatkan produksi sehingga menambah pendapatan para petani. Hal ini tidak akan berjalan secara lancar tanpa andil dari pihak yang terjun langsung untuk mengelola produksi tersebut yaitu petani. Para petani harus dapat mengalokasikan dan memanfaatkan berbagai faktor produksi sehingga menciptakan hasil produksi yang tinggi.

Penyebaran kopi di Indonesia dimulai pada zaman Hindia Belanda tahun 1700-an yang dibawa oleh sebuah perusahaan patungan India dan Belanda yang berada di Srilanka. Percobaan penanamannya dilakukan oleh seorang berkebangsaan Belanda di berbagai lokasi yaitu Jawa, Sumatera, Sulawesi dan Timor. Tanaman itu dapat tumbuh dengan baik sehingga akhirnya Belanda menjadikannya sebagai salah satu tanaman wajib yang harus ditanam oleh seluruh petani melalui tanam paksa di berbagai wilayah di Pulau Jawa. Daerah Bogor, Sukabumi, Banten dan Priangan Timur adalah contoh daerah yang terkena tanam paksa tersebut. Keberhasilan tanaman kopi di Pulau Jawa menyebabkan tanaman ini makin menyebar ke daerah lain di Indonesia seperti Sumatera, Sulawesi dan Bali.

Goor (dalam Afgani dan Husain, 2018:25) menjelaskan dengan apik bahwa perekonomian di Indonesia tidak terlepas dari perkembangan perkebunan yang muncul pada masa VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie), dan terutama ketika VOC bubar dan digantikan oleh kolonialisasi Belanda. Keberadaan perkebunan sangat penting bagi kelangsungan ekonomi kolonial, terutama perkebunan kopi. Sejak saat itu, perkembangan perkebunan di Indonesia sudah mulai baik. Perkebunan menjadi bidang utama sebagai pendorong perekonomian, terutama dalam perkebunan kopi. hampir semua wilayah Hindia Belanda yang berada di daerah pegunungan memiliki wilayah perkebunan kopi, termasuk perkebunan kopi di Malang. Saat ini kopi tidak hanya berperan penting untuk devisa negara melainkan juga sebagai sumber penghasilan satu setengah juta jiwa petani kopi di Indonesia.

Luas tanaman menghasilkan kopi dunia, berdasarkan data FAO periode 2014-2018, mencapai luas rata-rata 10,54 juta hektar. Dari jumlah tersebut 18,29% dihasilkan oleh Brazil dengan rata-rata luas tanaman menghasilkan mencapai 1,93 juta hektar. Posisi kedua adalah Indonesia dengan luas tanaman menghasilkan rata-rata mencapai 1,24 juta hektar atau share sebesar 11,73%. Dengan produksi kopi rata-rata 662,75 ribu ton per-tahun, Indonesia berada di posisi keempat terbesar produsen kopi dunia dengan kontribusi 7,13% terhadap total produksi kopi dunia. Total kontribusi empat negara produsen kopi dunia tersebut berkontribusi 63,22% produksi kopi dunia atau mencapai produksi 5,87 juta ton.

Pulau jawa termasuk penghasil komoditas kopi terbesar di antara wilayah-wilayah lain di seluruh Indonesia. Data Direktorat Jenderal Perkebunan Jawa Timur berkontribusi sebesar 7,95% dari total produksi kopi robusta di Indonesia dengan rata-rata produksi 35,93 ribu ton per-tahun. Kabupaten Malang merupakan produsen kopi terbesar pertama di Jawa Timur. Produksi kopi di Kabupaten Malang mencapai urutan ke 3 di seluruh sektor perkebunan.

Salah satu penghasil kopi yang terkenal di Kabupaten Malang adalah di Kecamatan Jabung. Kecamatan Jabung terdiri dari 15 desa. Secara umum desa-desa di Kecamatan Jabung yang menghasilkan kopi antara lain adalah Desa Taji, Desa Sisir dan Desa Ngadirejo. Salah satu desa tersebut, yakni Desa Ngadirejo menjadi obyek dalam kegiatan Pengabdian Masyarakat yang dilakukan oleh tim Jurusan Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis (JIE FEB) Universitas Brawijaya (UB). Kegiatan ini merupakan skema Hibah Pengabdian Mitra Mengabdi FEB UB yang untuk pengembangan ekonomi berupa peningkatan pendapatan kopi bagi para petani kopi dan stakeholder lainnya di Desa Ngadirejo.

Tim Pengabdian Masyarakat dari Universitas Brawijaya ini beranggotakan 4 orang dosen, dengan ketua tim adalah Bahtiar Fitanto ditambah anggota tim terdiri dari Nurman S. Fadjar, Moh. Athoillah dan Yenny Kornitasari. Selain berasal dari tim dosen, kegiatan ini juga melibatkan tenaga kependidikan dan 6 orang mahasiswa FEB UB. Fokus dari kegiatan pengabdian masyarakat ini adalah untuk meningkatkan pendapatan petani kopi di Desa Ngadirejo melalu pendekatan sistem pasar. Sistem ini mengintegrasikan semua pelaku dalam sistem pasar untuk memberikan dukungan dan menjalankan fungsinya dengan lebih baik agar semua pihak mendapatkan insentif dari kegiatan yang dilaksanakan.

Saat ditemui, Muhamad Toib, Kepala Desa Ngadirejo Kecamatan Jabung Malang menyampaikan bahwa, “Kopi ini termasuk andalan masyarakat sini untuk mendapatkan penghasilan, bahkan (menjadi sumber) yang utama selain Cengkeh dan Durian. Namun demikian, karena kopi ini panennya musiman, para petani juga menggantungkan pendapatannya dari bertanam sayuran. Saya berharap dengan pengelolaan yang lebih profesional, dan nanti bila BUM Desa bisa berperan, kopi disini akan makin berkembang dan meningkatkan pendapatan masyarakat.”

Dari hasil penelusuran yang dilakukan oleh tim, beberapa kendala ditemui antara lain petani kopi mengandalkan mengirim bijinya ke wilayah Dampit untuk proses roasting dan penjualan. Hal ini dikarenakan di Ngadirejo belum ada alat untuk roasting dan penjualan melalui market place. Beberapa petani atau pengusaha kopi lainnya melakukan roasting di Malang. Permasalahan lain yang ditemui adalah belum intensifnya penyuluhan untuk kopi. Sehingga budidaya kopi yang baik belum dapat dilakukan oleh banyak petani. Pada sisi yang lain, karena belum bisa langsung mengakses pasar, maka petani juga bergantung kepada para pengepul yang dating untuk memasarkan produknya.

Senada dengan Kepala Desa Ngadirejo, Suryanto sebagai salah satu pengusaha kopi di Ngadirejo berharap kedepannya selain budidaya yang semakin baik, petani kopi di Ngadirejo dapat memproses hasil panennya di desa sendiri, sekaligus memperbaiki pengemasan agar semakin baik dan menjangkau pasar yang lebih luas. “Disini masih sulit koneksi internet. Kami tidak bisa promosi dan menjual produk kopi hasil panenan kami melalui internet. Kami berharap ini bisa menjadi perhatian pihak pemerintah untuk bisa memfasilitasi hal ini.”

Kedepan, Pemerintah Desa Ngadirejo sudah berancang-ancang untuk memfasilitasi hal ini dengan mengembangkan pontesi-potensi ekonomi yang ada melalui pembentukan BUM Desa. Misalnya pengadaan mesin roasting, maupun simpan pinjam dan jasa transportasi untuk memudahkan petani merengkuh pasar nantinya. Kopi Ngadirejo sudah mulai menggeliat dan akan segera terbang tinggi menyusul produk kopi dari daerah-daerah lainnya.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *