Covid-19 Melonjak, Pengusaha Peti Mati Kewalahan Layani Order

Indonewsdaily.com, Mojokerto – Berkah ditengah musibah, ungkapan itu mungkin tepat bagi usaha peti mati. Bagaimana tidak, permintaan pesanan peti mati meningkat tajam di tengah pandemi. Antara untung atau prihatin? Ini ungkapan pengusaha peti mati di Kota Mojokerto.

Seperti terlihat di usaha peti mati satu-satunya yang ada di Kota Mojokerto, Purwaningtyas pemilik usaha mengatakan permintaan peti mati semakin tinggi setiap harinya, bahkan mencapai tiga sampai empat buah. Kondisi ini akhirnya membuat usaha yang berdiri sejak 1970 itu kewalahan.

“Untuk mencukupi order kita kewalahan, tidak bisa stok seperti dulu. Ini antara untung atau prihatin,” kata perempuan yang mewarisi usaha dari sang ayah Sudamono sejak 1970 silam itu, Senin (29/6/2021).

Di lokasi produksi peti, tampak di area produksi hanya tersisa satu buah peti jenazah untuk bayi, dan satu pekerja yang sedang menyiapkan perakitan peti berukuran standar 2 meter x 45 sentimeter yang sudah dipesan salah satu rumah sakit swasta.

Purwaningtyas yang kini berusia 75 tahun itu menambahkan sejak dua pekan lalu, permintaan terus naik dari sejumlah rumah sakit plat merah atau pun swasta di Kota maupun Kabupaten Mojokerto.

Dirinya bahkan kebanjiran orderan peti mati pasca hari Raya Idulfitri 1442 Hijriyah lalu, hingga kini mencapai 40 buah. Semakin meningkat sejak dua pekan terakhir ini, ia sudah memproduksi 20 buah peti. Lantaran adanya peningkatan angka penyebaran Covid-19 setiap harinya di Kota Mojokerto.

“Habis lebaran itu sudah banyak orderan, sampai 40 peti. Cumankan ada stok, jadi bisa terpenuhi semua. Tapi pas dari dua minggu lalu, permintaan makin tambah. Sehari tiga sampai empat dan kita gak bisa menuhi itu,” terang wanita yang merupakan generasi keempat pembuat peti jenazah di Jalan Trunojoyo, Lingkungan Mulyosari, Kelurahan/Kecamatan Magersari.

Selain tingginya angka kematian karena Covid-19, nominal harga yang dia tawarkan sejak dulu tak berubah. Yakni untuk harga jual satu peti ukuran standar yang terbuat dari kayu meranti asal Kalimantan hanya dibandrol Rp 1 juta.

Dengan harga yang relatif terjangkau, justru semakin membuat dirinya yang saat ini hanya memiliki satu pekerja atau karyawan kewalahan. Terlebih, dalam satu hari pekerjanya hanya bisa memproduksi satu peti mati standar. Tak ayal, belasan orderan setiap harinya dari berbagai rumah sakit yang menangani kasus Covid-19 dari Kota dan Kabupaten Mojokerto ditolaknya.

“Ini saja RS Sidowaras minta enam, tapi saya sediakan nanti hanya dua buah peti saja. Belum lagi orderan dari RSUD Kota, RS Gatoel, RS Citra Medika. Malah juga RS Sumberglagah Kabupaten Mojokerto, tapi pada saya tolak. Gak sanggup, biasanya ada stok jadi bisa menuhi,” terangnya.

Ia menyebut sejak awal pandemi Covid-19 sudah 250 peti mati yang diproduksinya untuk rumah sakit dengan pasien Covid-19 dan sejumlah umat gereja.

“Ya mungkin sudah 250 lebih peti mati yang sudah terjual. Dipesannya dari berbagai rumah sakit rujukan hingga gereja. Tapi yang paling banyak memang untuk pasien Covid-19,” bebernya sembari menunggu pekerjanya mengerjakan orderan peti mati.(man)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *