Memperkuat Baris Pertahanan

Penulis : Wahyu Isroni
Dosen Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga
Koordinator Teaching Industry dan Science Tekno Park BPBRIN Universitas Airlangga

Indonewsdaily.com – Pelanggaran kedaulatan wilayah maritim Republik Indonesia di Laut Natuna utara oleh kapal perang dan nelayan China, merupakan persoalan yang serius dan butuh perhatian yang ektra oleh seluruh komponen bangsa. Upaya perluasan peta daerah maritim yang dilakukan kapal perang China terhadap kapal patroli Indonesia yang menangkap kapal nelayan China dan penyerobotan wilayah lautan, merupakan hal yang tidak dapat dibenarkan secara hukum laut internasional (Unclos). kita sudah sering mendengar dan membaca aksi protes dan peringatan yang dilayangkan pemerintah Indonesia kepada Kedutaan Besar China, upaya diplomasi yang sering pemerintah lakukan dalam hal ini juga tidak memberikan efek jera bahkan seperti tidak digubris oleh Ngeri Tirai Bambu yang sedang berupaya untuk menegaskan klaimnya atas Laut China Selatan yang hari ini kita sebut laut natuna utara.

Negara-negara di Asia Tenggara asean yang bersinggungan langsung dengan laut cina selatan seperti Brunei Darussalam, Malaysia, Filipina, Vietnam, Indonesia klaim atas dominasi China di Laut China Selatan sudah dirasakan dengan mulai banyaknya kapal-kapal laut China yang melanggar batas wilayah negara. Pelanggaran itu tidak hanya dari kapal nelayan mereka, tapi juga kapal patroli dan kapal perang yang notabenya digerakan pemerintah China untuk memantau perairan.

Harus kita akui bersama bahwa upaya diplomasi merupakan cara yang paling bijaksana untuk mengatasi konflik di Laut China Selatan saat ini. Dengan cara ini dapat menghindari terjadinya gesekan keras antarnegara. Namun demikian, upaya untuk memperkuat armada tempur di pada tiga mantra yaitu laut, darat, dan udara dalam upaya mempertahankan kedaulatan maritim dan pulau terluar juga merupakan hal yang utama. Memperkuat armada tempur pada ketiga mantra dan menempatkannya pada wilayah yang berpotensi konflik merupakan bagian dari strategi pertahanan yang efektif dan harus terus ditingkatkan.

Masih segar pada ingatan kita gangguan yang dilakukan kapal Patroli China (Coast Guard) ketika menghalangi upaya penegakan hukum dengan menabrak kapal patroli milik aparat Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) RI di tahun 2016. Kejadian pelanggaran batas wilayah yang sama kembali terjadinya di penghujung 2019 dan kembali terjadi ditahun 2021 ini, dimana dari kejadian diatas dapat dijadikan indikator bahwa China tidak menganggap serius nota protes pemerintah, sebagimana yang sudah sering dilayangkan.

Dalam hal ini pemerintah Republik Indonesia selain harus terus menempuh jalur diplomasi (soft power) juga perlu mempersiapkan kekuatan tempur (hard power). Penempatan kapal dan pesawat patroli TNI-AL dan AU yang sudah dilakukan selama ini di perbatasan Laut China Selatan dan perairan Natuna, perlu ditingkatkan dalam rangka mengimbangi kekuatan patroli negara lain.

Dan menurut hemat penulis perlu adanya aksi aksi diplomasi yang lebih tegas dari pemerintah seperti pembekuan hubungan diplomatik sampai tindakan pelanggaran batas ini tidak lagi dilakukan oleh pemerintah china. Dan ditengah segala keterbatasan yang ada sudah selayaknya pemerintah segera memodernisasi alutsista pada tiga mantra TNI mengingat potensi pada wilayah WPPNRI 711 ini merupakan daerah yang sangat rawan kasus Ilegal fishing yang dimana pada tahun 2020 setidaknya telah terjadi 99 kasus ilegal fishing. Penempatan armada patroli KKP, TNI-AL dan pesawat tempur TNI-AU, merupakan sebuah kebutuhan dalam rangka menegakkan kekuatan dan kedaulatan negara, dimana hal ini akan berimbas pada penguatan sentra perikanan yang akan berimbas pada rasa tenang pada nelayan lokal pada khususnya dan ini menjadi bagian yang tidak terpisahan dari upaya diplomasi pemerintah dalam rangka memperkuat basis pertahanan negara.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *