Pledoi Arwan Koty : Kasus Ini Kental Dugaan Rekayasa Hukum dan Kriminalisasi

Indonewsdaily.com, Jabodetabek – Sidang lanjutan perkara dugaan laporan palsu dengan terdakwa Arwan Koty masih berlangsung di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, di Jalan Ampera Raya Pasar Minggu Jakarta Selatan,dengan agenda pembacaan pledoi atau pembelaan. Pembelaan / pledoi Terdakwa Arwan Koty untuk Keadilan, dan dalam pledoinya pihak Terdakwa Arwan Koty dan Kuasa Hukum menilai kasus yang disidangkan ini kental dengan dugaan rekayasa hukum. Berikut isi poin pembelaan pledoi Terdakwa Arwan Koty yang dihimpun oleh Journalist www.indonewsdaily.com , Senin 22 November 2021.

Efendi Matias Sidabariba SH dan Aristoteles MJ Siahaan SH selaku kuasa hukum terdakwa Arwan Koty mengatakan, bahwa saat membacakan pembelaannya, peristiwa hukum yang terjadi dimana Arwan Koty melakukan upaya hukum yang dikarenakan belum juga menerima alat berat Excavator dengan membuat pengaduan kepada pihak Kepolisian Republik Indonesia dengan Terlapor PT. Indotruck Utama yaitu Bambang Prijono Susanto Putro selaku Direktur Utama sesuai Laporan Polisi Nomor : LP/B/1047/VIII/2018/ Bareskrim, tanggal 28 Agustus 2018. 

“Lalu perkara tersebut dihentikan Penyelidikannya oleh Polda Metro Jaya berdasarkan Surat Ketetapan Nomor : S.Tap/66/V/RES.1.11/2019/ Dit.Reskrimum, tanggal 17 Mei 2019 dan Laporan Polisi Nomor : LP/B/3082/V/2019/PMJ/Dit. Reskrimum, tanggal 16 Mei 2019 yang kemudian perkara tersebut dihentikan Penyelidikannya oleh Polda Metro Jaya berdasarkan Surat Ketetapan Nomor : S.Tap/2447/XII/2019/Dit. Reskrimum tanggal 31 Desember 2019,” jelas Efendi saat membacakan pembelaannya dihadapan Majelis Hakim yang diketuai Arlandi Triyogo SH MH dengan anggota Ahmad Sayuti SH MH dan Toto SH MH, Kamis (11/11/2021) yang lalu. 

Efendi menambahkan, Kemudian Arwan Koty dilaporkan balik oleh Bambang Prijono selaku Direktur Utama PT Indotruck Utama kepada pihak Kepolisian Republik Indonesia hingga menjadi Terdakwa dan perkaranya disidangkan dalam perkara ini, bahwa untuk membuktikan apakah Arwan Koty yang telah menjadi terdakwa dalam perkara ini disidangkan berdasarkan hukum “Untuk Keadilan“ atau hanya merupakan seorang korban berdasarkan kesewenang-wenangan oknum untuk kepentingan tertentu. 

“Bahwa terlihat jelas dalam hal memeriksa, meneliti, hingga menetapkan tersangka pada tahap Penyelidikan maupun Penyidikan kami selaku Penasehat Hukum Terdakwa Arwan Koty melihat dan berpendapat banyaknya bentuk-bentuk perbuatan dugaan Rekayasa Hukum dan Kriminalisasi, yang patut diduga dilakukan oleh oknum penyidik dan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan yang kurang profesional dengan menyatakan lengkap berkas perkara Terdakwa sehingga perkara a quo siap disidangkan atau istilahnya perkara terdakwa telah P-21,” lanjut Efendi. 

Menurut kami selaku kuasa hukum, tambah Efendi menuturkan bahwa perkara terdakwa tidak layak naik dan disidangkan karena penuh banyak bentuk pelanggaran secara Formil dan Yuridis yang melanggar dan betentangan dengan Undang-Undang atau KUHAP maupun Peraturan-peraturan Internal dan Standart Operation Prosedur institusi-institusi terkait terhadap penanganan perkara baik Peraturan Kapolri maupun Peraturan Jaksa Agung dan surat Edaran Jaksa Agung tentang tata acara penanganan perkara. 

Sementara itu, Aristoteles MJ Siahaan SH melanjutkan membacakan pembelaan, dengan mengatakan bahwasanya surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum tidak cermat, tidak jelas dan tidak lengkap, dimana terdakwa hanya melaporkan atas 1 unit alat berat Excavator EC210D sebagaimana tercantum di dalam Laporan Polisi No : LP/B/3082/V/2019/DITRESKRIMUM, tanggal 16 Mei 2019, namun jaksa mendakwa Arwan Koty dengan menyatakan bahwasanya terdakwa membeli 2 unit alat berat Excavator EC350DL dan EC210D dengan demikian hal ini seharusnya mengakibatkan Surat Dakwaan Penuntut Umum batal demi hukum atau Van rechtswege nietig. 

“Karena jelas bertentangan dengan ketentuan Pasal 143 Ayat (2) KUHAP dan Surat Edaran Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor : SE-004/J.A/11/1993 tentang Pembuatan Surat Dakwaan yang mengamanatkan bahwasanya Surat Dakwaan haruslah cermat, jelas dan lengkap dan pembuatan Surat Dakwaan didasarkan dari hasil Penyidikan,” terang Aristoteles. 

Aristoteles juga menerangkan, setelah kami membaca dan menganalisa tuntutan pidana yang diajukan oleh JPU, kami berkesimpulan JPU membuat tuntutan tanpa memperhatikan fakta yang terungkap dipersidangan, adapun barang bukti berupa surat yang diajukan dalam persidangan banyak terdapat dugaan pemalsuan atau rekayasa keterangan atau data dan juga ada barang bukti yang diduga tidak terdapat dalam Berita Acara Penyitaan. 

“Barang Bukti di Kepolisian maupun di Surat Penetapan Penyitaan Pengadilan dari Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, baik bukti dari saksi Kuasa Pelapor atau bukti dari saksi-saksi dan keterangan-keterangan saksi juga keterangan Terdakwa yang ditulis dalam tuntutan banyak yang tidak diungkap sesuai fakta dipersidangan atau banyak yang ditambah dan atau dikurangi sendiri oleh Jaksa Penuntut Umum, sehingga sangat merugikan terdakwa,” beber Aristoteles. 

Aristoteles menambahkan, seharusnya Jaksa Penuntut Umum tidak mengkonstruksikan tuntutan berdasarkan keinginannya namun tetap merujuk pada fakta persidangan sebagaimana diatur dalam Pasal 185 Ayat 1 KUHAP yang menyebutkan. “Keterangan seorang saksi sebagai alat bukti ialah apa yang saksi nyatakan disidang pengadilan”. Selain itu, berdasarkan analisa tim pengacara, bahwa Jaksa Penuntut Umum hanya melakukan copy paste atau menyalin dari berkas acara pemeriksaan yang diduga merupakan hasil rekayasa penyidik dan juga Surat Dakwaan, yang mana agar Terdakwa Arwan Koty diputuskan bersalah. 

Lanjut Aristoteles, bahwa menurut analisis timnya sebagai penasihat hukum terdakwa Arwan Koty, terhadap Surat tuntutan Jaksa kami menilai dan menduga penuh dengan intrik, rekayasa juga bentuk kriminalisasi terhadap diri terdakwa, dimana setelah tim pengacara melakukan analisia mendalam dengan seksama, bahwasanya terdakwa pada mulanya ketika ditahap penyelidikan terdakwa disangkakan oleh penyidik dengan Pasal 220 KUHP tentang dugaan laporan palsu dan Pasal 263 KUHP tentang Pemalsuan Surat dan tidak terdapat ketentuan Pasal 317 KUHP tentang Pengaduan Fitnah kepada Penguasa yang menyerang nama baik.

“Namun, mengapa selanjutnya pada saat perkara tersebut telah naik ke tahap penyidikan yang mana terdakwa ketika ditetapkan menjadi tersangka hanya berlandaskan kepada Pasal 220 KUHP tentang laporan palsu dan Pasal 263 KUHP tentang Pemalsuan Surat telah hilang dan tidak ada lagi dalam berkas perkara, dan anehnya lagi ketika perkara tersebut disidangkan dan dalam surat dakwaan dibacakan serta terdakwa telah menerima surat dakwaan ternyata diketahui timbul Pasal 317 KUHP tentang Pengaduan Fitnah kepada Penguasa yang menyerang nama baik, sebagai dakwaan Alternatif tanpa terdakwa pernah di periksa dan di BAP terhadap pasal tersebut,” tegas Aris, sapaan akrab Aristoteles MJ Siahaan itu. 

Kemudian Aristoteles merinci kutipan saksi-saksi yakni seperti keterangan saksi R. Priyonggo SP, yang diberikan di bawah sumpah, bahwa saksi mengakui saksi adalah pihak yang bertindak selaku Pelapor berdasarkan Surat Kuasa dari Presiden Direktur PT. INDOTRUCK UTAMA yakni Bambang Prijono SP. dalam Laporan Polisi Nomor : LP/B/0023/I/2020/BARESKRIM tanggal 13 Januari 2020 tentang tindak pidana membuat pengaduan palsu sesuai Pasal 220 KUHP dan/atau Pasal 263 KUHP pemalsuan surat. Bahwa saksi Priyonggo mengakui sendiri bahwa benar Alfin adalah Pihak Pembeli excavator EC 350D dan benar telah membayar lunas alat excavator tersebut dan mengakui sesuai PJB Alfin “Include ongkir 2 unit excavator” dan telah lunas, bahwa tidak ada Surat Kuasa Terdakwa kepada Soleh maupun Bayu untuk mengambil excavator di PT Indotruck Utama. Serta saksi Priyonggo menegaskan bahwa PT Indotruck Utama tidak melakukan penandatanganan Berita Acara Serah Terima alat kepada Terdakwa di Yard PT Indotruck Utama maupun di Nabire.

Keterangan Saksi Soleh Nurtjahyo, yang diberikan dalam persidangan dibawah sumpah bahwa saksi mengakui tidak ada bukti tanda terima penyerahan alat excavator kepada Terdakwa Arwan Koty baik di Yard PT. Indotruck Utama maupun di Nabire Papua.

Tim kuasa hukum Terdakwa Arwan Koty juga memohon dan berharap kepada Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini, berkenan untuk memutuskan dengan amar putusan:
1. Menerima Nota Pembelaan (Pleidoi) Terdakwa Arwan Koty dan Penasihat Hukum.
2. Menyatakan menolak Dakwaan dan/atau Tuntutan Jaksa Penuntut Umum secara keseluruhan.
3. Menyatakan Terdakwa Arwan Koty, tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana sebagaimana disebutkan dalam Dakwaan Pertama dan Dakwaan Kedua.
4. Membebaskan Terdakwa Arwan Koty, dari segala dakwaan tersebut (Vrijspraak) sesuai Pasal 191 Ayat (1) KUHAP atau setidak-tidaknya melepaskan terdakwa Arwan Koty dari semua tuntutan hukum atau Onstlaag van alle rechtvervolging sesuai Pasal 191 Ayat (2) KUHAP.
5. Menyatakan merehabilitasi nama baik Terdakwa Arwan Koty dalam keadaan semula.
6. Membebankan biaya perkara kepada negara.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *